G R A N F O N D O
Saya masih belum mengerti mengapa ada yang mau membeli tiket seharga Rp 3,75 milyar per orang untuk ikut tur.
Anda tentu ingat dengan kapal selam OceanGate.
Analisa ngawur saya adalah orang yang begitu kaya itu merasa bosan dengan hal yang biasa-biasa saja di muka bumi ini karena sudah semua dilihat. Mungkin itu masalahnya orang yang banyak uang. Katanya, “urip iku urup”. Makanya kalau sudah bosan jadi gak urup lagi, terasa kurang menyala. Supaya tetap urip harus mencari yang bisa bikin urup. Menyala.
Orang yang uangnya tidak terlalu banyak mestinya patut bersyukur. Masih banyak tempat yang belum dilihat dan bisa bikin urup.
Mungkin ini juga yang membuat kawan saya suka nyari rute gowes yang baru. Maklum sudah lebih 2 tahun gowes di Leuven dan tiap minggu pasti nyepeda. Saya membayangkan betapa bosannya dia dengan rute yang itu-itu saja. Leuven itu kota kecil. Mau dibuat kombinasi rute dari sisi manapun, pasti akan ketemu jalan yang sama.
Jadi, waktu diajak rute baru antar kota Leuven – Ghent, 120 Km, saya tidak enak untuk menolak.
Sebenarnya saya mau menolak. Sungguh. Saya tidak bosanan dengan rute. Buat saya 40 Km sekali jalan atau 80 Km target seminggu dengan rute yang sama sudah cukup. Itu sudah zona nyaman saya.
Tapi sayangnya saya ingat petuah lama: orang sukses itu harus berani keluar dari zona nyaman.
Akibatnya jadi Gran Fondo. Menurut Strava.
Strava menggunakan istilah Gran Fondo untuk memberi penghargaan bagi pesepeda yang mengambil tantangan jarak 120 Km di aplikasinya. Namanya Strava Chalenge. Meski belakangan ada yang protes agar Strava tidak lagi menggunakan istilah ini. Semoga tidak sampai ribut-ribut seperti istilah “rendang” yang dipatenkan oleh negara tetangga.
Comments
Post a Comment