GAHARU, POTRET KINI DAN MENDATANG DI AJANG INTERNASIONAL
Wangi gaharu yang tak pernah
layu
Gaharu hari ini telah menjadi komoditi ekspor dunia yang sangat
menggiurkan. Nilai jual gaharu di dunia pun tidak main-main. Prof. Yamada,
seorang professor emeritus dari Kyoto University, menyebutkan angka yang sangat
fantastis. Gaharu super king dibanderol dengan harga 7000 US $/100 gr (2017), atau kira-kira Rp
100 juta per kg. Kementerian Perdagangan RI dalam rilisnya menyebutkan bahwa pada
2016 gaharu telah diekspor sebanyak 10 ton dengan nilai lebih dari Rp 28 miliar
(data hingga Juni 2016). Sedangkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa pada tahun 2014, nilai ekspor gaharu ke Arab
Saudi saja mencapai Rp 40 miliar.
Transaksi perdagangan dunia
dan IPTEK terkini gaharu dipaparkan pada acara “1st International
Symposium on Agarwood and Aromatic Plants 2019 “ atau ISAAP 2019, 1-2 Oktober 2019
di Mataram. ISAAP 2019 merupakan pertemuan para peneliti, akademisi,
pemerintah, praktisi dan pengusaha gaharu dari berbagai negara, antara lain
dari Jepang, Malaysia, Srilanka, Banglades dan Indonesia.
Bioteknologi, Bioinduksi, Biofarmasi dan Nilai Ekonomi
Balai
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu (BPPTHHBK) sebagai
Pusat Unggulan IPTEK Bioprospeksi Sumberdaya Hutan Bukan Kayu, dimana komoditi
gaharu merupakan salah satu fokus risetnya, memberikan perhatian serius
terhadap ajang dunia terkait gaharu tersebut. Tidak tanggung-tanggung, BPPTHHBK
mengirimkan 5 peneliti terbaiknya untuk menyampaikan presentasi hasil riset
tentang gaharu, baik presentasi oral maupun poster, antara lain Dr. Agus
Sukito, Resti Wahyuni, M.Si, Nurul Wahyuni, M.Si, Rubangi Al Hasan, MPA, dan
Dr. Amalia Indah P. Hasil riset terkini BPPTHHBK cukup menarik, meliputi aspek
Bioteknologi, Biofarmasi, Bioinduksi, dan Ekonomi.
Aspek
Bioteknologi, mengukuhkan BPPTHHBK sebagai lembaga riset pertama yang
mengerjakan produksi senyawa gaharu melalui kultur jaringan pada tanaman Gyrinops versteegii. Penelitian yang
dilakukan Unram bekerja sama dengan Jerman mengerjakan bioteknologi gaharu
untuk jenis Aquilaria filaria. Menurut Agus Sukito, produksi
senyawa yang menimbulkan aroma wangi gaharu dapat dilakukan dari G. versteegii melalui bioteknologi
kultur jaringan, sehingga usaha gaharu ke depan dapat lebih ekonomis dan ramah
lingkungan.
Aspek Bioinduksi gaharu yang dilakukan oleh Resti Wahyuni, Amalia Indah P, Nurul Wahyuni, dan Lutfi Anggadhania telah menghasilkan inokulan dan teknik inokulasi yang tepat pada G. versteegii. Inokulan asal Lombok Tengah dan teknik inokulasi simpori serta implan cocok untuk diaplikasikan pada tegakan G. versteegii di Lombok. Teknik bioinduksi ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi masyarakat yang telah memiliki tegakan G. versteegii agar menghasilkan gaharu.
Aspek Bioinduksi gaharu yang dilakukan oleh Resti Wahyuni, Amalia Indah P, Nurul Wahyuni, dan Lutfi Anggadhania telah menghasilkan inokulan dan teknik inokulasi yang tepat pada G. versteegii. Inokulan asal Lombok Tengah dan teknik inokulasi simpori serta implan cocok untuk diaplikasikan pada tegakan G. versteegii di Lombok. Teknik bioinduksi ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi masyarakat yang telah memiliki tegakan G. versteegii agar menghasilkan gaharu.
Pada aspek Biofarmasi gaharu, penelitian BPPTHHBK telah mengambil langkah lebih maju dengan menganalisis kemampuan antioksidan dari chip gaharu yang diperoleh melalui teknik inokulasi terbaru, yaitu teknik inokulasi dengan pengulangan inokulasi pada periode tertentu yang belum pernah dilakukan oleh instansi lain. Menurut Amalia Indah, hal yang menarik adalah bahwa secara umum pengulangan inokulasi tidak meningkatkan aktifitas antioksidan. Meskipun pengulangan inokulasi dimungkinkan dapat meningkatkan kualitas gaharu yang dihasilkan, namun tidak demikian dengan aktifitas antioksidannya. Adapun dengan semakin lamanya waktu panen gaharu, maka aktifitas antioksidan yang diperoleh semakin besar.
Aspek Ekonomi gaharu memberikan kritik sekaligus harapan baru bagi pengusahaan gaharu.
Paparan Rubangi Al Hasan menunjukkan bahwa pengrajin gaharu di Lombok mampu
mengkreasi sisa buangan (bagian pohon yang tidak mengandung resin) menjadi
produk yang memiliki nilai jual tinggi. Produk ini dikenal dengan Black
Magic Wood (BMW), yakni sisa buangan yang diinjeksi dengan resin dan bahan
lain sehingga menghasilkan aroma yang serupa dengan produk hasil buruan di alam
atau produk hasil inokulasi. Hasan juga menguliti adanya persoalan kesenjangan yang sangat timpang antara nilai
ekonomi yang didapatkan petani gaharu dengan pengusaha sebagai produsen BMW. Sebagai
rekomendasi, perlu dibangun kemandirian petani melalui penguatan kelembagaan
petani (kelompok tani dan koperasi), sehingga mampu memproduksi dan memasarkan
produk BMW sendiri. Dengan demikian posisi tawar petani akan lebih baik seiring
dengan tingkat harga yang lebih baik pula. Pada giliran berikutnya,
kesejahteraan petani diharapkan meningkat.
Trend Pemanfaatan Gaharu masa depan
Hasil penelitian yang dipaparkan di
ajang internasional tersebut memberikan gambaran adanya tren baru pemanfaatan
gaharu saat ini. Gaharu biasanya dimanfaatkan secara tradisional melalui metode
pembakaran dupa dan serbuk kayu gaharu untuk aroma terapi dan pembuatan parfum.
Saat ini pemanfaatan gaharu menjadi bertambah luas untuk biofarmasi. Prof.
Michiho Ito dari Kyoto University, memaparkan hasil temuannya tentang gaharu
untuk obat penenang (sedative effect).
Berbagai paparan terkini penelitian dunia tentang gaharu telah menambah
optimisme kita bahwa usaha gaharu, khususnya di nusantara, akan terus
menggeliat dan semakin diperhitungkan. Tentunya apabila hal ini didukung oleh
regulasi pemerintah yang baik, ditambah adanya perilaku usaha petani maupun
pedagang yang adaptif terhadap teknologi dan perkembangan pasar gaharu dunia.
Comments
Post a Comment